Sindrom Down
Sindrom
Down merupakan kelainan genetik yang dikenal sebagai trisomi, karena individu
yang mendapat sindrom Down memiliki kelebihan satu kromosom. Mereka mempunyai
tiga kromosom 21 dimana orang normal hanya mempunyai dua saja. Kelebihan
kromosom ini akan mengubah keseimbangan genetik tubuh dan mengakibatkan
perubahan karakteristik fisik dan kemampuan intelektual, serta gangguan dalam
fungsi fisiologi tubuh (Pathol, 2003).
Terdapat
tiga tipe sindrom Down yaitu trisomi 21 reguler, translokasi dan mosaik. Tipe
pertama adalah trisomi 21 reguler. Kesemua sel dalam tubuh akan mempunyai tiga
kromosom 21. Sembilan puluh empat persen dari semua kasus sindrom Down adalah
dari tipe ini (Lancet, 2003).
Tipe
yang kedua adalah translokasi. Pada tipe ini, kromosom 21 akan berkombinasi
dengan kromosom yang lain. Seringnya salah satu orang tua yang menjadi karier
kromosom yang ditranslokasi ini tidak menunjukkan karakter penderita sindrom
Down. Tipe ini merupakan 4% dari total kasus (Lancet, 2003)
Tipe
ketiga adalah mosaik. Bagi tipe ini, hanya sel yang tertentu saja yang
mempunyai kelebihan kromosom 21. Dua persen adalah penderita tipe mosaik ini
dan biasanya kondisi si penderita lebih ringan (Lancet, 2003).
Penderita
dengan sindrom Down sering kali menderita hipersensitivitas terhadap proses
fisiologis tubuh, seperti hipersensitivitas terhadap pilocarpine dan respons
lain yang abnormal. Sebagai contoh, anak-anak dengan sindrom Down yang
menderita leukemia sangat sensitif terhadap methotrexate. Menurunnya buffer
proses metabolik menjadi faktor predisposisi terjadinya hiperurisemia dan
meningkatnya resistensi terhadap insulin. Ini adalah penyebab peningkatan kasus
Diabetes Mellitus pada penderita Sindrom Down (Cincinnati Children's Hospital
Medical Center, 2006).
Anak-anak yang menderita sindrom Down lebih rentan menderita leukemia, seperti
Transient Myeloproliferative Disorder dan Acute Megakaryocytic Leukemia. Hampir
keseluruhan anak yang menderita sindrom Down yang mendapat leukemia terjadi
akibat mutasi hematopoietic transcription factor gene yaitu GATA1. Leukemia
pada anak-anak dengan sindrom Down terjadi akibat mutasi yaitu trisomi 21, mutasi
GATA1, dan mutasi ketiga yang berupa proses perubahan genetik yang belum
diketahui pasti (Lange BJ,1998).
Fisikal
pasien sindrom Down mempunyai rangka tubuh yang pendek. Mereka sering kali
gemuk dan tergolong dalam obesitas. Tulang rangka tubuh penderita sindrom Down
mempunyai ciri – ciri yang khas. Tangan mereka pendek dan melebar, adanya
kondisi clinodactyly pada jari kelima dengan jari kelima yang mempunyai satu
lipatan (20%), sendi jari yang hiperekstensi, jarak antara jari ibu kaki dengan
jari kedua yang terlalu jauh, dan dislokasi tulang pinggul (6%) (Brunner,
2007).
Bagi
panderita sindrom Down, biasanya pada kulit mereka didapatkan xerosis, lesi
hiperkeratosis yang terlokalisir, garis-garis
transversal pada telapak tangan, hanya satu lipatan pada jari kelima, elastosis
serpiginosa, alopecia areata, vitiligo, follikulitis, abses dan infeksi pada
kulit yang rekuren (Am J., 2009).
Retardasi
mental yang ringan hingga berat dapat terjadi. Intelegent quatio (IQ) mereka
sering berada antara 20-85 dengan rata-rata 50. Hipotonia yang diderita akan
meningkat apabila umur meningkat. Mereka sering mendapat gangguan artikulasi
(Mao R., 2003).
Penderita
sindrom Down mempunyai sikap atau prilaku yang spontan, sikap ramah, ceria,
cermat, sabar dan bertoleransi. Kadang kala mereka akan menunjukkan perlakuan
yang nakal dengan rasa ingin tahu yang tinggi (Nelson, 2003)
Infantile
spasms adalah yang paling sering dilaporkan terjadi pada anak-anak sindrom Down
sementara kejang tonik klonik lebih sering didapatkan pada yang dewasa. Tonus
kulit yang jelek, rambut yang cepat beruban dan sering gugur, hipogonadism,
katarak, kurang pendengaran, hal yang berhubungan dengan hipothroidism yang
disebabkan faktor usia yang meningkat, kejang, neoplasma, penyakit vaskular
degeneratif, ketidakmampuan dalam melakukan sesuatu, pikun, dementia dan
Alzheimer dilaporkan sering terjadi pada penderita sindrom Down. Semuanya
adalah penyakit yang sering terjadi pada orang-orang lanjut usia (Am J., 2009).
Penderita
sindrom Down sering menderita Brachycephaly, microcephaly, dahi yang rata,
occipital yang agak lurus, fontanela yang besar dengan perlekatan tulang
tengkorak yang lambat, sutura metopik, tidak mempunyai sinus frontal dan
sphenoid serta hipoplasia pada sinus maksilaris (John A. 2000).
Mata
pasien sindrom Down bentuknya seperti tertarik ke atas (upslanting) karena
fissura palpebra yang tidak sempurna, terdapatnya lipatan epicanthal, titik-titik
Brushfield, kesalahan refraksi sehingga 50%, strabismus (44%), nistagmus (20%),
blepharitis (33%), conjunctivitis, ruptur kanal nasolacrimal, katarak
kongenital, pseudopapil edema, spasma nutans dan keratoconus (Schlote, 2006).
Pasien
sindrom Down mempunyai hidung yang rata, disebabkan hipoplasi tulang hidung dan
jembatan hidung yang rata (Schlote, 2006).
Apabila
mulut dibuka, lidah mereka cenderung menonjol, lidah yang kecil dan mempunyai
lekuk yang dalam, pernafasan yang disertai dengan air liur, bibir bawah yang
merekah, angular cheilitis, anodontia parsial, gigi yang tidak terbentuk dengan
sempurna, pertumbuhan gigi yang lambat, mikrodontia pada gigi primer dan
sekunder, maloklusi gigi serta kerusakan periodontal yang jelas
Perawatan
Medis
Walaupun
berbagai usaha sudah dijalankan untuk mengatasi retardasi mental pada penderita
sindrom Down, masih belum ada yang mampu mengatasi kondisi ini. Walau demikian
usaha pengobatan terhadap kelainan yang didapat oleh penderita sindrom Down
akan dapat memperbaiki kualitas hidup penderita dan dapat memperpanjang
usianya.
Pemeriksaan
Kesehatan Reguler pada Anak Penderita Sindrom Down
Beberapa
pemeriksaan secara reguler dapat dilakukan untuk memantau perkembangan tingkat
kesehatan penderita sindrom Down, baik anak ataupun dewasa. Beberapa hal yang
dapat dilakukan adalah pemeriksaan audiologi, pemeriksaan optalmologi secara
berkala sebagai pencegah keratokonus, opasitas kornea atau katarak. Untuk
kelainan kulit seperti follikulitis, xerosis, dermatitis atopi, dermatitis
seboroik, infeksi jamur, vitiligo dan alopesia perlu dirawat segera.
Masalah kegemukan pada penderita sindrom Down dapat diatasai dengan pengurangan
komsumsi kalori dan meningkatkan aktivitas fisik (Breslow, 2002).
Skrining
terhadap penyakit Celiac juga harus dilakukan, yang ditandai dengan
kondisi seperti konstipasi, diare, bloating, tumbuh kembang yang lambat
dan penurunan berat badan. Selain itu, kesulitan untuk menelan makanan harus
juga diperhatikan, dipikirkan kemungkinan terjadi sumbatan pada jalan nafas. Perhatian
khusus harus diberikan terhadap proses operasi dikarenakan tidak stabilnya
atlantoaxial dan masalah yang mungkin terjadi pada sistem respirasi. Selain
itu, jangan lupa untuk melakukan skrining untuk kemungkinan tejadinya penyakit
Hipothiroidism dan Diabetes Mellitus. Jangan dilupakan untuk memberi
perhatian terhadap kebersihan yang berkaitan dengan menstrual, seksual,
kehamilan dan sindrom premenstruasi (Tolmie, 2006).
Kelainan
neurologis dapat menyebabkan retardasi mental, hipotonia, kejang dan stroke.
Pastikan juga perbaikan kemampuan berkomunikasi dan terapi bicara diteruskan,
dengan memberi perhatian pada aplikasi bahasa nonverbal dan kecerdasan otak
(Merritt's, 2002).
Bagi
pasien sindrom Down, baik anak atau dewasa harus sentiasa dipantau dan
dievaluasi gangguan prilaku, seperti fobia, ketidakmampuan mengatasi masalah,
prilaku
streotipik, autisme, masalah makanan dan lain-lain. Tatalaksana terhadap
kondisi mental yang timbul pada penderita sindrom Down harus dilakukan
(National Down Syndrome Society, 2007).
Selain
dari aspek medis, harus diperhatikan juga aspek sosial dan pergaulan. Yaitu
dengan memberi perhatian terhadap fase peralihan dari masa anak ke dewasa.
Penting untuk memberi pendidikan dasar juga harus diberikan perhatian seperti
dimana anak itu akan bersekolah dan sebagainya. Hal-hal berkaitan dengan
kelangsungan hidup juga perlu diperhatikan, contohnya bagaimana mereka akan
meneruskan kehidupan dalam komunitas (National Down Syndrome Society, 2007).
Beberapa kelainan pada sindrom down |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar